Menurut Koentjaraningrat unsur-unsur dari kepribadian meliputi: pengetahuan, perasaan dan dorongan hati.
Pengetahuan
Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek
sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan
fantasi yang berada di alam sadar manusia.
Walaupun demikian, diakui bahwa banyak pengetahuan atau bagian dari
seluruh himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang individu selama
hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akalnya yang sadar, atau dalam
“kesadarannya,” karena berbagai macam sebab. Walaupun demikian perlu
diperhatikan bahwa unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya tidak hilang
lenyap begitu saja, melainkan hanya terdesak masuk saja ke dalam bagian
dari jiwa manusia yang dalam ilmu psikologi disebut alam “bawah-sadar”
(sub-conscious).
Pengetahuan individu di alam bawah sadar larut dan terpecahpecah
menjadi bagian -bagian yang seringkali tercampur satu sama lain dengan
tidak teratur. Proses itu terjadi karena tidak ada lagi akal sadar dari
individu bersangkutan yang menyusun dan menatanya dengan rapi walaupun
terdesak ke alam bawah sadar, namun kadang-kadang bagianbagian
pengetahuan tadi mungkin muncul lagi di alam kesadaran dari jiwa
individu tersebut.
Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang
sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Ada bermacammacam hal yang
dialami melalui penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau
reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya dan
warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal
(berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan sebagainya, yang
masuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagian tertentu dari otaknya.
Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi
terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah
menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu
tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan tadi. Seluruh
proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu psikologi
disebut “persepsi.”
Penggambaran tentang lingkungan tersebut di atas berbeda dengan
misalnya sebuah gambar foto yang secara lengkap memuat semua unsur dari
lingkungan yang terkena cahaya sehingga ditangkap oleh film melalui
lensa kamera. Penggambaran oleh akal manusia hanya mengandung
bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal si individu,
sehingga merupakan, suatu penggambaran yang terfokus pada bagian-bagian
khusus tadi. Apabila individu tadi menutup matanya, maka akan terbayang
dalam kesadarannya penggambaran yang berfokus dari alam lingkungan yang
baru saja dilihatnya.
Bilamana penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepada
bagian-bagian yang paling menarik perhatian seorang individu, diolah
dalam akalnya dengan menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai
penggambaran lain sejenis yang pemah diterima dan diproyeksikan oleh
akalnya dalam masa yang lalu, yang timbul kembali sebagai kenangan atau
penggambaran lama dalam kesadarannya.
Penggambaran baru dengan pengertian baru seperti itu, dalam ilmu
psikologi disebut apersepsi. Ada kalanya suatu persepsi, setelah
diproyeksikan kembali oleh individu, menjadi suatu penggambaran berfokus
tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang menyebabkan
individu tertarik dan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap
bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih intensif terfokus,
yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi, dalam ilmu
psikologi disebut “pengamatan.”
Konsep adalah penggambaran abstrak tentang bagian-bagian dari
berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan azas-azas tertentu
secara konsisten. Dengan proses akal itu individu mempunyai suatu
kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak yang
sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari berbagai
macam penggambaran yang menjadi bahan konkret dari penggambaran baru
itu.
Fantasi adalah penggambaran tentang lingkungan individu yang
ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta
dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu; ada pula yang
digabunggabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain, menjadi
penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak akan pernah
ada dalam kenyataan. Contoh menggambarkan ayam bertanduk, atau anjing
yang bisa berbicara dan sebagainya.
Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep, serta kemampuannya
untuk berfantasi, sudah tentu sangat penting bagi makhluk manusia. Ini
disebabkan karena tanpa kemampuan akal untuk membentuk konsep dan
penggambaran fantasi, teru-tama konsep dan fantasi yang mempunyai nilai
guna dan keindahan, artinya kemampuan akal yang kreatif, maka manusia
tidak akan dapat mengembangkan citacita serta gagasan-gagasan ideal;
manusia tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, dan manusia
tidak akan dapat mengkreasikan karya-karya keseniannya.
Perasaan
Koentjaraningrat (1986) menyatakan bahwa perasaan adalah suatu
keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya
dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif. Suatu perasaan yang
selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian, yang biasanya
menimbulkan suatu kehendak dalam kesadaran seorang individu. Kehendak
itu bisa juga positif, artinya individu tersebut ingin mendapatkan hal
yang dirasakannya sebagai suatu hal yang akan memberikan kenikmatan
kepadanya, atau bisa juga negatif, artinya ia hendak menghindari hal
yang dirasakannya sebagai hal yang akan membawa perasaan tidak nikmat
kepadanya.
Alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan. Kalau
orang pada suatu hari yang luar biasa panasnya melihat papan gambar
reklame minuman es kelapa muda berwarna merah muda yang tampak segar dan
nikmat, maka persepsi itu menyebabkan seolaholah terbayang di mukanya
suatu penggambaran segelas es kelapa muda yang dingin, manis, dan
menyegarkan pada waktu hari sedang panas-panasnya, yang seakan-akan
demikian realistiknya sehingga keluarlah air liurnya. Apersepsi seorang
individu yang menggambarkan diri sendiri sedang menikmati segelas es
kelapa muda tadi menimbulkan dalam kesadarannya suatu “perasaan” yang
positif, yaitu perasaan nikmat, dan perasaan nikmat itu sampai nyata
mengeluarkan air liur.
Sebaliknya, kita dapat juga menggambarkan adanya seorang individu
yang melihat sesuatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak
menyenangkan, mencium bau busuk dan sebagainya. Dugaan-dugaan atau
persepsi seperti itu dapat menimbulkan kesadaran akan perasaan yang
negatif, karena dalam kesadaran terkenang lagi misalnya bagaimana kita
menjadi muak karena sepotong ikan yang sudah busuk yang kita alami di
masa yang lampau. Apersepsi tersebut mungkin dapat menyebabkan kita
menjadi benar-benar merasa muak apabila kita mencium lagi bau ikan
busuk.
Suatu perasaan bisa berwujud menjadi kehendak, suatu kehendak juga
dapat menjadi sangat keras, dan hal itu sering terjadi apabila hal yang
dikehendaki itu tidak mudah diperoleh, atau sebaliknya. Suatu kehendak
yang kuat/keras disebut dengan keinginan. Suatu keinginan juga bisa
menjadi sangat besar, dan bila hal ini terjadi maka disebut dengan
emosi.
Dorongan Naluri
Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung
berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh
pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya,
dan khususnya dalam gen-nya (dirinya) sebagai naluri. Kemauan yang sudah
merupakan naluri pada tiap makhluk manusia tersebut, disebut dorongan
(drive).
Naluri yang terkandung dalam diri manusia sangat beragam
(Koentjaraningrat, 1986), beberapa ahli memiliki perbedaan, namun mereka
sepakat bahwa ada paling sedikit tujuh macam dorongan naluri, yaitu:
(1) dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang
merupakan suatu kekuatan biologi yang juga ada pada semua makhluk di
dunia ini dan yang menyebabkan bahwa semua jenis makhluk mampu
mempertahankan hidupnya di muka bumi ini;
(2) dorongan sex. Dorongan ini malahan telah menarik perhatian banyak
ahli psikologi, dan berbagai teori telah dikembangkan sekitar soal ini.
Suatu hal yang jelas adalah bahwa dorongan ini timbul pada tiap individu
yang normal tanpa terkena pengaruh pengetahuan, dan memang dorongan ini
mempunyai landasan biologi yang mendorong makhluk manusia untuk
membentuk keturunan yang melanjutkan jenisnya (regenerasi);
(3) dorongan untuk usaha mencari makan. Dorongan ini tidak perlu
dipelajari, dan sejak bayi pun manusia sudah menunjukkan dorongan untuk
mencari makan, yaitu dengan mencari susu ibunya atau botol susunya,
tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan tentang adanya hal-hal itu tadi;
(4) dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia.
Dorongan ini memang merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat
manusia sebagai makhluk kolektif;
(5) dorongan untuk meniru tingkah-laku sesamanya. Dorongan ini merupakan
sumber dari adanya beraneka warna kebudayaan di antara manusia, karena
adanya dorongan ini manusia mengembangkan adat yang memaksanya berbuat
konform dengan manusia sekitarnya;
(6) dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada dalam naluri
manusia, karena manusia merupakan makhluk, yang hidup kolektif, sehingga
untuk dapat hidup bersama dengan manusia lain secara serasi ia perlu
mempunyai suatu landasan biologi untuk mengem bangkan rasa altruistik,
rasa simpati, rasa cinta dan sebagainya, yang memungkinkannya hidup
bersama itu. Kalau dorongan untuk berbagai hal itu diekstensikan dari
sesama manusianya kepada kekuatan-kekuatan yang oleh perasaanya dianggap
berada di luar akalnya, maka akan timbul religi; dan
(7) dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara,
atau gerak. Pada seorang bayi dorongan ini sudah sering tampak pada
gejala tertariknya seorang bayi kepada bentuk-bentuk tertentu dari
benda-benda di sekitamya, kepada warna-warna cerah, kepada suara nyaring
dan berirama, dan kepada gerak-gerak yang selaras. Beberapa ahli
berkata bahwa dorongan naluri ini merupakan landasan dari suatu unsur
penting dalam kebudayaan manusia, yaitu kesenian.
A.F.C. Wallace (dalam Koentjaraningrat, 1986), pernah membuat suatu
kerangka di mana terdaftar secara sistematis seluruh materi yang menjadi
obyek dan sasaran unsur-unsur kepribadian manusia. Kerangka itu
menyebut tiga hal yang pada tahap pertama merupakan isi kepribadian yang
pokok, yaitu:
(1) aneka wama kebutuhan organik diri sendiri, aneka-warna kebutuhan
serta dorongan psikologi diri sendiri, dan aneka wama kebutuhan serta
dorongan organik maupun psikologi sesama manusia yang lain daripada diri
sendiri; sedangkan kebutuhan-kebutuhan tadi dapat dipenuhi atau tidak
dipenuhi oleh individu yang bersangkutan, sehingga memuaskan dan
bernilai positif baginya, atau tidak memuaskan dan bemilai negative;
(2) aneka warna hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu akan
identitas diri sendiri, atau “identitas aku”, baik aspek fisik maupun
psikologinya, dan segala hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu
mengenai bermacam-macani kategori manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
benda, zat, kekuatan, dan gejala alam, baik yang nyata maupun yang gaib
dalam lingkungan sekelilingnya; dan
(3) berbagai macam cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan,
mendapatkan, atau mempergunakan, aneka warna kebutuhan dari hal tersebut
di atas, sehingga tercapai keadaan memuaskan dalam kesadaran individu
bersangkutan. Pelaksanaan berbagai macam cara dan jalan tersebut
terwujud dalam aktivitas hidup sehari-hari dari seorang individu.
Sunday, April 1, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Test Kecepatan Mengetik
Kunjungi Tes Mengetik dan coba!
0 comments:
Post a Comment